BAB
I
PENDAHULUAN
1. SEJARAH
PERUMUSAN PANCASILA
Hingga
saat ini nama Pancasila telah dikenal oleh segenap bangsa Indonesia, tidak saja
sebagai nama Dasar Negara kita, tetapi juga nama dari Falsafah Bangsa, nama
dari Kepribadian Bangsa, nama dari Jiwa Bangsa dan sebagainya (Dardji
Darmodihardjo, Santiaji Pancasila).
Mengenal
nama Pancasila tidak begitu sukar, tetapi untuk mengerti apa itu Pancasila
cukup sukar. Apalagi untuk menetapkan secara pasti siapa pengalinya, merupakan
suatu masalah yang komplek.
Pancasila
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
atau sebagai way of life bangsa Indonesia
telah tumbuh di jiwa bangsa Indonesia
lama sebelum Indonesia
ini merdeka.
“Tuan-tuan sekalian, weltanschaung ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang” (Ir. Soekarno, pidato Lahirnya Pancasila).
“Tuan-tuan sekalian, weltanschaung ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang” (Ir. Soekarno, pidato Lahirnya Pancasila).
Jadi
manusia Indonesia
telah mengenal Pancasila, khususnya sebagai pandangan hidup, sudah sejak
beberapa waktu yang lalu.
Untuk
mengemukakan siapa penggali Pancasila itu, maka kita perlu menengok
tonggak-tonggak sejarah dalam hubungannya dengan Pancasila tersebut.
BAB
II
2. Masa manusia Indonesia pertama
Kepribadian
manusia Indonesia
adalah bertuhan. Karena itu setidak-tidaknya mereka telah mengenal sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, sila yang menjiwai dan meliputi sila-sila kedua,
ketiga, keempat dan kelima.
Siapa
penggalinya?. Ialah manusia Indonesia
pertama yang menyadari dan mengakui adanya kekuasaan Tuhan yang lebih tinggi.
a. Masa
bangsa Indonesia
dalam abad VII – XVI (zaman Sriwijaya-Majapahit)
Bangsa
Indonesia
pada zaman Sriwijaya (abad VII–XII) dan zaman Majapahit (abad XIII-XVI) telah
mencapai kemegahan sebagai bangsa merdeka. Karena telah berhasil menciptakan
persatuan yang kuat, kedaulatan, keadilan dan kemakmuran. Unsur-unsur yang
terkandung di dalam Pancasila merupakan tujuan yang diperjuangkan dan
dipertahankan. Pada masa itu bertakhta raja-raja yang adil dan dicintai
rakyatnya. Di samping itu terdapat pula Mpu-Mpu yang bijaksana.
Para raja yang selalu berusaha menegakkan keadilan dan
kemakmuran rakyatnya , menciptakan persatuan dan menghormati kedaulatan
rakyatnya, di samping para Mpu yang mengajarkan ilmu keagamaan dan falsafah
hidup, adalah penggali Pancasila pada zamannya.
b. Masa penjajahan Bangsa Barat (abad XVI-XX)
b. Masa penjajahan Bangsa Barat (abad XVI-XX)
Penjajahan
bangsa-bangsa Barat, yakni bangsa Portugis, bangsa Belanda, bangsa Inggeris
menyebabkan penderitaan bagi bangsa Indonesia. Pada masa itu
kemerdekaan, persatuan, kedaulatan, keadilan dan kemakmuran bangsa Indonesia
telah hilang.
Di beberapa daerah di Nusantara ini muncul patriot-patriot pembela tanah air dan bangsa. Kita kenal nama-nama seperti: Terunojoyo, Hsanuddin, Surapati, Diponegoro, Imam Bonjol, Antasari, Teuku Umar, Pattimura dan beberapa lainnya. Para patriot tersebut berjuang menuntut kebebasan dan keadilan, berjuang hendak menegakkan kesejahteraan rakyat, bebas dari penjajahan yang tidak berprikemanusiaan.
Di beberapa daerah di Nusantara ini muncul patriot-patriot pembela tanah air dan bangsa. Kita kenal nama-nama seperti: Terunojoyo, Hsanuddin, Surapati, Diponegoro, Imam Bonjol, Antasari, Teuku Umar, Pattimura dan beberapa lainnya. Para patriot tersebut berjuang menuntut kebebasan dan keadilan, berjuang hendak menegakkan kesejahteraan rakyat, bebas dari penjajahan yang tidak berprikemanusiaan.
Para patriot yang tampil memimpin rakyat melawan penjajah
waktu itu, adalah pribadi-pribadi yang berusaha agar butir-butir Pancasila yang
hilang oleh penjajah dapat tetap hidupdi Nusantara ini.
c. 20 Mei 1908 (Budi Utomo)
Dr.
Wahidin Sudiro Husodo, sebagai pelopor pendiri Budi Utomo, merupakan orang
pertama yang menyadari dan mewujudkan perlunya mengangkat derajat bangsa
Indonesia dengan mengadakan pendidikan dan pengajaran, memajukan kebudayaan dan
sosial, membangkitkan kesadaran bangsa menuju negara merdeka untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur.
Dr.
Wahidin Sudiro Husodo sebagai pelopor yang dibantu oleh Dr. Sutomo dan Dr.
Gunawan Mangunkusomo, adalah penggali Pancasila pada zamannya.
d. 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda)
Pada
masa ini para pemuda dan pemudi Indonesia
mengadakan Kongres di Jakarta. Mereka menghendaki: satu Tanah Air Indonesia, satu bangsa Indonesia, satu Bahasa Indonesia. Para pemuda dan pemudi ini juga penggali Pancasila pada
zamannya.
e. Masa penjajahan Jepang
Seperti
pada masa penjajahan bangsa-bangsa Barat, maka pada zaman Jepang bangsa Indonesia
telah kehilangan kemerdekaannya pula, persatuan telah hancur, kedaulatan dan
kesejahteraan rakyat telah lenyap.
Para pemuda tampil dengan cara-caranya yang berbeda,
tetapi tujuan sama, yakni menciptakan persatuan, kebebasan, kedaulatan rakyat,
untuk mencapai kesejahteraan.
Para pemuda yang berjuang ini juga adalah penggali Pancasila pada zamannya.
Para pemuda yang berjuang ini juga adalah penggali Pancasila pada zamannya.
f. Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai).
Badan
ini dibentuk pada tanggal pada 29 April 1945. Dilantik pada tanggal 28 Mei
1945. Fungsinya: Membicarakan/mempersiapkan keperluan-keperluan kemerdekaan Indonesia,
seperti: Persiapan Undang-Undang Dasar yang berisi Dasar Negara, tujuan negara,
bentuk negara, dan sistem pemerintahannya. Sebagai ketua adalah Dr. KRT Rajiman
Widiodiningrat.
Pada
sidang tanggal 29 Mei 1945 Mr. M. Yamin, sebagai Ketua Panitia Konsep UUD
mengusulkan secara lisan Dasar Nagara Indonesia, yaitu:
- Peri Kebangsaan.
- Peri Kemanusiaan.
- Peri Ketuhanan.
- Peri Kerakyatan.
- Peri Kesejahteraan Rakyat
Kemudian secara tertulis, tercantum dalam Rancangan Pembukaan UUD Negara RI, sebagai berikut:
- Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
- Kebangsaan Persatuan Indonesia.
- Rasa kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari hasil yang dikemukakan oleh Mr. M. Yamin ini, jelas bahwa beliau
adalah penggali Pancasila yang lebih khusus, yakni Pancasila sebagai Dasar
Negara.
g. Ir.
Soekarno (1 Juni 1945).
Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara itu adalah Pancasila. Usul ini
dikemukakan beliau dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia)
tanggal 1 Juni 1945, yakni:
- Kebangsaan Indonesia
- .Internasionalisme, atau peri kemanusiaan.
- Mufakat, atau Demokrasi.
- Kesejahteraan Sosial.
- Ke-Tuhanan yang berkebudayaan.
Pidato ini ketika diterbitkan pada tahun 1947 diberi judul: Lahirnya
Panca Sila.
Karena Ir. Soekarno juga mengemukakan butir-butir yang kemudian dikenal dengan Pancasila tersebut, maka beliau juga adalah penggali Pancasila.
Karena Ir. Soekarno juga mengemukakan butir-butir yang kemudian dikenal dengan Pancasila tersebut, maka beliau juga adalah penggali Pancasila.
h. Panitia Sembilan (22 Juni 1945).
Mereka
adalah: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta. Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso,
Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr.A. Soebardjo, K.H. Wahid Hasjim dan Mr.
M. Yamin.
Tugas
mereka: membahas pidato/usul Mr. M. Yamin. Dari pertemuan ini mereka berhasil
menyusun naskah yang di dalamnya terdapat rumusan Dasar Negara, yaitu:
1.
Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah
yang mengandung rumusan Dasar Negara ini diberi nama oleh Mr. M. Yamin dengan
“Piagam Jakarta”.
Panitia Sembilan adalah penggali Pancasila menurut rumusannya sendiri.
i. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Badan
ini dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945. Ketuanya Ir. Soekarno, wakil ketua
adalah Drs. M. Hatta.
Dalam
sidang tanggal 18 Agustus 1945, sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan,
diadakan
pengesahan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, selain itu memilih Presiden
(Ir. Soekarno) dan Wakil Presiden (Drs. M. Hatta).
Dalam Pembukaan UUD 1945 dicantumkan Rumusan Dasar Negara Pancasila,
yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang ditetapkan/hasil galian PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia)
inilah yang sah dan benar, karena mempunyai kedudukan Konstitusional dan
disahkan oleh badan PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. (HRN).́
3.
KEBANGKITAN NASIONAL
Cita dan citra kepemimpinan seorang tokoh bersumber dari nilai
fundamental yang menjiwai kepribadiannya: agama, filsafat hidup, akal-budi
nuraninya; cinta dan ketulusannya melahirkan kebijakan, strategi dan tindakan
sebagai amal kebajikan pengabdiannya. Sejarah Indonesia Raya memasuki abad XXI
ternyata membuktikan bahwa visi-misi kebangkitan Orde Baru: “Melaksanakan
Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen”, tetap valid, bahkan mendesak
lebih-lebih untuk mereformasi reformasi (1998) yang sesat (=menyimpang dari Dasar Negara dan Ideologi Nasional
Pancasila) sebagaimana tergelar dalam UUD 2002 (Perubahan I dan IV UUD 45) yang
menjadi asas konstitusional era reformasi!.
Dalam kondisi era reformasi demikian, ternyata NKRI sebagai Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 bahkan dalam tantangan yang makin
meningkat terutama budaya neo-liberalisme
(demokrasi liberal, ekonomi liberal, HAM liberal) sinergis dengan kebangkitan
neo-PKI-atheisme dan terorisme + NII—yang “dihormati” atas nama demokrasi dan
HAM oleh Pemerintah Reformasi!—.
Dalam sejarah nasional kepemimpinan nasional Bung Karno sebagai Presiden
pertama RI, secara sosio-politik, filosofis-ideologis dan konstitusional
dilanjutkan oleh tahap sejarah nasional Kebangkitan
Orde Baru. Semangat dan ruh perjuangan dimaksud adalah bagaimana Orde Baru
melaksanakan amanat kepemimpinan Presiden Soekarno (sebagai amanat nasional),
terutama melalui Surat Perintah 11 Maret 1966—yang terkenal sebagai
Supersemar—. Nilai fundamental dari Supersemar, terutama: Menegakkan Integritas
Dasar Negara Pancasila dan UUD 45 sebagai Landasan Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45!.
Analisis historis dan normatif di atas, terutama melalui Supersemar,
integritas dasar negara (ideologi nasional, ideologi negara) Pancasila yang
manunggal dalam UUD Proklamasi 45 sesungguhnya menjadi murni (sublimasi) dan
sesuai dengan hakekat fundamental filsafat Pancasila—sejak dimusyawarahkan dan
dimufakati di dalam PPKI yang berpuncak dengan pengesahan UUD Negara Proklamasi
pada 18 Agustus 1945!—karena tidak lagi ada “polusi ideologi” NASAKOM jiwaku
yang memberi peluang separatisme ideologi
bagi marxisme-komunisme-atheisme (PKI, neo-PKI/KGB).
Dengan kebijakan Presiden Soekarno memberikan Supersemar kepada Letjen
(TNI) Soeharto, dimulailah era Orde Baru. Integritas NKRI sebagai Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, tersurat dan tersirat dalam thema, dan
visi-misi Kebangkitan Orde Baru:
“Melaksanakan
Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen”
Nilai filosofis-ideologis yang menjiwai thema, dan visi-misi Kebangkitan
Orde Baru bukan hanya sebagai antithesa terhadap tindakan makar
G30S/PKI 1 Oktober 1965, melainkan
sebagai amanat filosofis-ideologis dan konstitusional dari Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang dalam dinamika revolusi Indonesia mengalami tantangan
internal dan eksternal—sehingga belum dapat melaksanakan amanat kebangsaan dan
kenegaraan Indonesai Raya itu secara murni dan konsekuen.
Peristiwa G30S/PKI 1 Oktober 1965, secara historis dan fenomenal
dirasakan sebagai tragedi nasional
yang ditandai gugurnya enam pahlawan revolusi dan amat banyak korban rakyat di
nusantara. Namun, tragedi nasional ini, tetap mengandung hikmah—sebagai: a blessing in disguised—dengan
meningkatnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa dan negara untuk makin
menghayati bagaimana nilai luhur Dasar Negara Pancasila-UUD Proklamasi 45
sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang kita
yakin akan menjamin masa depan Indonesia Raya yang jaya, adil dan bermartabat!
Bangsa Indonesia
bersyukur dan bangga bahwa Dasar Negara Pancasila berakar dari pandangan hidup
bangsa (filsafat hidup, Weltanschauung)
sekaligus sebagai jiwabangsa (Volksgeist),
jatidiri nasional yang memancarkan integritas kepribadian dan martabat nasional
Indonesia Raya.
Dinamika nasional dan internasional senantiasa mengalami pasang-surut,
bahkan tantangan—sekarang tantangan dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme yang sinergis dengan
politik supremasi ideologi yang bermuara neo-imperialisme!--. Tantangan ini
menjadi lengkap dengan makin meningkatnya gerakan neo-liberalisme baik melalui
politik, maupun sosial-ekonomi; juga
sinergis dengan “Kebangkitan Neo-PKI/KGB”, termasuk ekstrem kanan (terorisme
dan NII)! Keprihatinan nasional tetap meningkat, justru karena kepemimpinan
nasional dalam era reformasi “hanya” lebih mementingkan kebebasan atas nama
demokrasi dan HAM—tanpa visi-misi bagaimana mengawal
integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, yang pada
hakekatnya bagaimana membudayakan nilai Dasar Negara Pancasila dan UUD
Proklamasi 45 sebagaimana diamanatkan PPKI (the
founding fathers)!
Kepemimpinan nasional Orde Baru sesungguhnya adalah bagian integral dari
ksatria pejuang Indonesia Raya yang menyelamatkan amanat Proklamasi yang pernah
dibelokkan oleh makar PKI-atheisme (18
September 1948, di Madiun) ditumpas oleh Dwitunggal Soekarno-Hatta, dikawal
oleh prajurit utama TNI: Panglima Besar Soedirman, dibantu A. H. Nasution dan
Soeharto. Ternyata, sejarah nasional mencatat, G30S/PKI 1 Oktober 1965 sebagai makar (lanjutan) juga
dihadapi (dan ditumpas) oleh Presiden Soekarno dan dibantu oleh Jenderal (TNI)
A. H. Nasution dan Jenderal (TNI) Soeharto. Dunia dan bangsa Indonesia mencatat
bagaimana kepemimpinan nasional Indonesia Raya mulai Dwitunggal Soekarno-Hatta;
berlanjut dengan Dwitunggal A. H. Nasution dan Soeharto telah (diberkati) untuk
menyelamatkan integritas Negara Proklamasi tetap sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45. Makna dari fenomena sejarah nasional ini terutama:
bahwa kepemimpinan Dwitunggal Soekarno-Hatta (Pahlawan Proklamator) bersama
Tritunggal ksatria-patriot-pahlawan bhayangkari penegak dan penyelamat
integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 ialah: Panglima Besar
Jenderal Soedirman, Jenderal Besar (TNI) A. H. Nasution dan Jenderal Besar
(TNI) Soeharto (HMS) yang membanggakan.
Nilai monumental kepemimpinan Orde Baru, terutama oleh peran Presiden (ke
2) RI HMS adalah tekad menegakkan integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD
Proklamasi 45 dalam wujud: “Melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan
konsekuen”; yang justru awal abad XXI ini (baca: era reformasi yang sarat kontroversial dan degradasi) , kita semua
amat prihatin untuk meneruskan bagaimana visi-misi “Melaksanakan Pancasila dan
UUD 45 secara murni dan konsekuen” sebagai misi Pembudayaan nilai moral
Pancasila dan UUD Proklamasi 45 sebagaimana diamanatkan the founding fathers (PPKI) khususnya. Visi-misi ini sebagai wujud
kesetiaan dan kebanggaan nasional adalah visi-misi dan pengabdian seluruh
rakyat dan bangsa Indonesia Raya selamanya.
BAB III
KESIMPULAN
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.
Maka manusia Indonesia
menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus
dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh
setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di
daerah. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar
negara sesungguhnya berisi:
1.
Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
DAFTAR PUSTAKA
http://info.g-excess.com/id/info/SejarahLahirnyaPancasilasebagaiIdeologidanü
DasarNegara.info
http://eri32.wordpress.com/2009/07/31/sejarah-lahirnya-pancasila/ü