BAB I
PENDAHULUAN
Muhammad telah meninggalkan warisan rohani
yang agung, yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan dunia
selama dalam beberapa abad yang lalu. Ia akan terus demikian sampai Tuhan
menyempurnakan cahayaNya ke seluruh dunia. Warisan yang telah memberi pengaruh
besar pada masa lampau itu, dan akan demikian, bahkan lebih lagi pada masa yang
akan datang, ialah karena ia telah membawa agama yang benar dan meletakkan
dasar kebudayaan satu-satunya yang akan menjamin kebahagiaan dunia ini. Agama
dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad kepada umat manusia melalui wahyu
Tuhan itu, sudah begitu berpadu sehingga tidak dapat lagi terpisahkan.
Kalau pun kebudayaan Islam ini didasarkan
kepada metoda-metoda ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, hal ini sama seperti
yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kita sekarang, dan kalau pun
sebagai agama Islam berpegang pada pemikiran yang subyektif dan pada pemikiran
metafisika namun hubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasar kebudayaan
itu erat sekali. Soalnya ialah karena cara pemikiran yang metafisik dan
perasaan yang subyektif di satu pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan
kemampuan ilmu pengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satu
ikatan, yang mau tidak mau memang perlu dicari sampai dapat ditemukan, untuk
kemudian tetap menjadi orang Islam dengan iman yang kuat pula.
Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda
sekali dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia, juga dalam
melukiskan hidup dan dasar yang menjadi landasannya berbeda. Perbedaan kedua
kebudayaan ini, antara yang satu dengan yang lain sebenarnya prinsip sekali,
yang sampai menyebabkan dasar keduanya itu satu sama lain saling bertolak
belakang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEBUDAYAAN
1.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku
dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.[1]
B.
KEBUDAYAAN ISLAM
Secara umum arti kebudayaan yang sebenarnya ialah
suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia adalah
gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil
daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Apa yang dimaksudkan
gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah apa
yang difikirkan oleh manusia itu terus dibiat dan dilaksanakan. Apa yang
difikirkannya itu dilahirkan dalam bentuk sikap. Maka hasil daripada gabungan
inilah yang dikatakan kebudayaan.
Jadi kalau begitu, seluruh kemajuan baik yang lahir
ataupun yang batin walau dibidang apapun, dianggap kebudayaan. Sebab hasil
daripada dayapemikiran dan daya usaha tenaga lahir manusia akan tercetuslah
soal-soal politik, pendidikan, ekonomi, sastera dan seni, pembangunan dan
kemajuan-kemajuan lainnya.
Dan kalau begitu pengertian kebudayaan maka
agama-agama diluar Islam juga bisa dianggap kebudayaan. Ini adalah karena
agama-agama seperti Budha, Hindu, kristen (yang telah banyak diubah-ubah)
itulahir hasil dari pemikiran (ide-ide) manusia. Ia adalah ciptaan akal
manusia.
Sebaliknya agama Islam tidak bisa dianggap kebudayaan
sebab ia bukan hasil daripada pemikiran dan ciptaan manusia, bukan hasil budi
dan daya (tenaga lahir) manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan
oleh Allah SWT.[2]
Oleh sebab itu siapa yang mengatakan bahwa agama Islam
itu kebudayaan maka dia telah melakukan satu kesalahan yang besar dan bisa
jatuh murtad, karena dia telah mengatakan satu perkara mungkar, yang tidak
seyogyanya disebut. Oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati. begitu banyak
sekali ahli kebudayaan pada masa ini menyuarakan dengan lantang bahwa Islam
adalah kebudayaan dengan alasan bahwa ia adalah cara hidup atau 'way of life' .
Agama islam adalah bukan kebudayaan, sebab ia bukan hasil daripada tenaga
fikiran dan tenaga lahir manusia.
Agama Islam adalah wahyu dari Allah SWT yang
disampaikan kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan untuk
jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. tetapi
agama-agama diluar Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah
hasil ciptaan manusia daripada daya pemikiran mereka, daripada khayalan dan
angan-angan.
Namun begitu walaupun agama islam itu bukan kebudayaan
tetapi ia sangant mendorong (bahkan turut mengatur) penganutnya berkebudayaan.
Islam bukan kebudayaan tapi mendorong manusia berkebudayaan. Islam mendorong
berkebudayaan dalam berfikir, berekonomi, berpolitik, bergaul, bermasyarakat,
berpendidikan, menyusun rumah tangga dan lain-lain. Jadi, sekali lagi
dikatakan, agama Islam itu bukan kebudayaan, tapi mendorong manusia
berkebudayaan. Oleh karena itu seluruh kemajuan lahir dan batin itu adalah
kebudayaan maka dengan kata-kata lain, Islam mendorong umatnya berkemajuan.
Agama Islam mendorong umatnya berkebudayaan dalam
semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah. Contohnya dalam ibadah yang
asas yaitu sembahyang. Dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya
: Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu
daripada Allah SWT. Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah
"dirikanlah sembahyang" maka timbullah daya pemikiran kita, bagaimana
hendak bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan lain-lain. Secara
ringkas, kitapun bersembahyanglah setelah mengkaji Sunnah Rasulullah yang
menguraikan kehendak wahyu itu tadi. Firman Allah :
Yang Artinya : Tiadalah Rasul itu
berkata-kata melainkan wahyu yang diwahyukan padanya (An Najm: 3-4)
Umpamanya kalau sembahyang berjemaah, kita berbaris,
dalam saf-saf yang lurus dan rapat. Jadi dalam kita melaksanakan barisan saf
yanglurus dan rapat itu adalah budaya, karena ia hasil usaha tenaga lahir kita
yang terdorong dari perintah wahyu.
Dan kalau dilihat dalam ajaran Islam, kita dikehendaki
bersembahyang di tempat yang bersih. Jadi perlu tempat atau bangunan yang
bersih bukan saja bersih dari najis tetapi bersih daripada segala pemandangan
yang bisa menganggu kekhusyukan kita pada saat kita bersembahyang. Maka
terpaksalah kita umat Islam menggunakan pikiran, memikirkan perlunya
tempat-tempat sembahyang yaitu mushalla, surau ataupun mesjid. Apabila kita
membangun surau atau mesjid hasil dari dorongan wahyu "Dirikanlah sembahyang"
itu maka lahirlah kemajuan, lahirlah kebudayaan.
Jadi agama Islam mendorong manusia berkebudayaan dalam
beribadah padahal ia didorong oleh perintah wahyu "Dirikanlah
sembahyang" yang bukan kebudayaan. Tapi karena hendak mengamalkan tuntutan
perintah wahyu ini, maka muncullah bangunan-bangunan mesjid dan surau-surau
yang beraneka bentuk dan didalamnya umat Islam sembahyang berbaris dalam
saf-saf yang lurus dan rapat. Ini semua merupakan kebudayaan hasil tuntutan
wahyu.
Begitu juga dengan kebudayaan dalam bergaul dalam
masyarakat dalam Al-Qur'an ada perintah:
Yang Artinya : Hendaklah kamu bertolong bantu
dalam berbuat kebajikan dan ketaqwaan. Dan jangan kamu bertolong bantu dalam
membuat dosa dan permusuhan (Al Maidah: 2)
Perintah ini bukan kebudayaan, Tapi apabila kita
hendak mengamalkan tuntutan dan kehendak perintah maka terbentuklah kebudayaan.
Dalam bermasyarakat dan bergaul serta bergotong royong untuk membuat kebajikan
dan kebaikan serta bergotong royong juga memberantas perkara dosa dan persengketaan
tentulah perlu menggunakan pikiran. Setelah dipikirakan untuk bergotong royong
di tengah-tengah masyarakat, tentulah kita hendak melahirkan dalam bentuk
tindakan dan sikap juga. maka terbentuklah kebudayaan dalam masyarakat.[3]
Demikian juga dalam Al-Qur'an ada larangan:
Yang Artinya : Jangan kamu dekati zina(Al
Isra': 32)
Larangan itu datang dari Allah SWT. Ia adalah wahyu
bukannya kebudayaan karena ia bukan ciptaan akal manusia. Tapi apabila kita
hendak mengamalkan tuntutan perintah ini maka terpaksa kita menggunakan akal
pikiran dan melaksanakannya dalam perbuatan dan sikap. Lalu apa saja unsur
dalam pergaulan yang bisa membawa kepada zina akan kita pikirkan, dan fisik
kita segera mengelakkannya, seperti bergaul bebas antara lelaki dan perempuan,
pandang-memandang dan pembukaan aurat, semuanya akan kita hindari. Dengan itu
nanti akan lahirlah budaya setelah dipikirkan dan dilaksanakan dalam bentuk
sikap dan perbuatan hasil daripada dorongan wahyu "janganlah kamu dekati
zina." Seterusnya ada hadits yang berbunyi:
Yang Artinya : Hendaklah kamu berniaga karena
sembilan persen daripada rezeki itu adalah di dalam perniagaan
Ini adalah perintah (dorongan) daripada Rasulullah SAW
yang hakikatnya daripada Allah juga, supaya umat Islam berniaga. Atas dasar ini
lahirlah fikiran dan perahan tenaga akal dan fisik lainnya ke arah itu. Dengan
itu lahirlah kebudayaan Islam dalam bidang perniagaan. Labih kuat penghayatan
terhadap hadits ini, lebih banyaklah kebudayaan di bidang perniagaan yang dapt
dicetuskan. Ini berarti umat Islam akan semakin maju. Dalam perniagaan Allah
melarang riba, tipu daya, suap dan lan-lain. Ini adalah dasar-dasar kebudayaan
Islam dalam bidang perniagaan.
Satu hadits lain berbunyi:
Yang Artinya : Tidaklah percuma seorang Islam
atau menenam tanaman, lalu dimakan daripadanya oleh burung dan manusia atau
binatang, bahkan mendapat pahala sedekah (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hasil daripada dorongan hadits ini akan lahirlah
kebudayaan Islam di bidang pertanian. pikiran dan tenaga lahir umat Islam diperah
sungguh-sungguh untuk mengusahakan, memajukan dan memodernkan teknik-teknik dan
hasil pertanian.
Hasilnya terbentuklah kebudayaan Islam dibidang
pertanian. jelaslah disini bahwa Islam bukanlah ajaran yang beku. Ia menetapkan
prinsip-prinsip asa dan mengatur beberapa peraturan tertentu dan menyerahkannya
sepenuhnya pada kebebasan akal dan tenaga manusia untuk membina kemajuan di
bidang pertanian.
Rasulullah SAW bersabda:
Yang
Artinya : Yang halal jelas dan yang haram pun jelas, dan diantara kedua-duanya
adalah kesamaran (syubhat), inilah yang bayak manusia tidak mengetahuinya,
siapa yang takut syubhat akan selamatlah agama dan kehormatannya dan siapa yang
terjebak di dlam syubhat dikhawatirkan terlibat dengan yang haram. (Riwarat
Bukhari dan muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah ada menyebut yang
artinya : hati ditempa oleh makanan minum
Umat Islam yang sensitif terhadap hadits ini akan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengahsilkan barang makanan yang bersih lagi
suci di sisi syariat. Makanan mesti diproses secara Islam. Dengan ini timbullah
daya usaha ke arah melahirkan pabrik-pabrik yang memproses makanan secara
Islam, dimana penyediaan, pengemasan makanan dan penyimpanan makanan yang suci
dan dijamin halal dilakukan. Oleh karena itu, kebudayaan Islam dibidang
perusahaan dan perindustrian makanan akan timbul dengan sendirinya. Kemajuan
akan bangun dengan pesatnya. Jadi, kemajuan di bidang perindustiran makanan
sewajarnya telah lama wujud dalam masyarakt Islam jika mereka benar-benar
menghayati perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dalam
Al-Qur'an, Allah berfirman:
Yang Artinya : Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka (dengan) kekuatn apa saja yang kamu sanggupi daripada
kuda-kuda yang ditambat untuk berpasang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang tidak
kamu ketahui, sedangkan Allah mengetahuinya (Al Anfal: 60)
Ayat
Al-Qur'an ini adalah dorongan secara langsung daripada Allah supaya umat Islam
membangun kekuatan ketentaraan untuk tujuan mempertahankan agama, kedaulatan
negara dan bangsa. Jika umat Islam benar-benar memahami tuntutan ayat ini,
mereka akan muncul sebagai satu kuasa yang gagah dan tidak bisa
diperkotak-katikkan oleh musuh, karena disamping mempunyai kekuatan taqwa
mereka juga mempunyai kekuatan senjata.
Kita akan jadi umat yang dapat melengkapkan diri dengan senjata modern
yang sophisticated dan modern. Dengannya umat Islam akan dapat mempertahankan
diri dan dapat menentang setiap gangguan dan penzaliman dari pihak komunis dan
kapitalis seperti yang terjadi hari ini. Tidak timbul soal negara-negara yang
terpaksa "minta sedekah" dan dapat dipermainkan oleh negara-negara
penjual senjata seperti apa yang terjadi di Timur Tengah pada saat ini. Inilah
keindahan Islam bukan saja dapat mendorong manusia berkebudayaan dalam bidang
kemasyarakatan atau perniagaan, malah Islam telah mendorong penganutnya
mempunyai kebudayaan dalam bidang ketentaraan.
Begitu
juga halnya dengan arahan-arahan lain dalam agama Islam ini, kalau dapat kita
laksanakan akan lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam kehidupan kita. Jadi
Islam itu mendorong orang berkebudayaan, Sebarang kehendak dalam ajaran Islam
apabila difikir dan dilaksanakan dengan tenaga lahir akan melahirkan kemajuan.
Kemajuan yang kita cetuskan hasil daripada dorongan agama Islam itulah yang
dikatakan kebudayaan.
Seandainya satu bangsa itu berpikir dan bertindak dengan tenaga lahirnya
sehingga mencetuskan sesuatu yang tidak ditirunya dari mana-mana pihak, maka
hasil itulah yang dinamakan kebudayaan bangsa itu. Asalkan apa saja yang
dipikirkannya adalah tulen, tidak mengambil dari mana-mana pikiran
bangsa-bangsa lain dan apa-apa yang dicetuskannya itu tidak meniru apa yang
telah dibuat oleh orang lain, yaitu segala-galanya betul dari apa-apa yang dihasilkan
oleh bangsa itu sendiri, ia bisa dikatakan kebudayaan bangsa itu.[4]
Tetapi
kalau satu bangsa itu memikirkan dan membuat sesuatu perkara yang sudah sedia
dibuat atau dipikirkan orang lain, maka bangsa itu adalah bangsa yang
berkebudayaan bangsa lain namanya. karena ia memikirkan sesuatu yang memang
telah dipikirkan oleh bangsa lain. Ini namanya bangsa yang berkebudayaan bangsa
lain bukan berkebudayaan sendiri.
Sebagai
contoh, umat Islam hari ini memakai pakaian yang terbuka seperti shirt, gaun
dan sebagainya. Ini adalah orang Islam yang berkebudayaan orang lain (Barat).
apa yang dilakukan ini bukan kebudayaan Islam, tetapi kebudayaan orang lain
yang diamalkan atau dilaksanakan oleh orang Islam. jadilah ia orang Islam yang
berkebudayaan orang lain. Artinya kalau kita meniru Jepang, maka jadilah kita
orang Islam yang berkebudayaan Jepang.
Tapi
jikalau orang Melayu umapamanya, mencetuskan sesuatu dan apa yang dipikirkan
dan dibuat itu tidak pernah terpikir atau dicetuskan oleh sembarang bangsa lain
di dunia ini, maka barulah apa yang dicetuskan itu dikatakan kebudayaan
bangsanya, kebudayaan Melayu.
Kenapa
ia bisa dikatakan sebagai kebudayaan Melayu? Sebab disudut pikiran, ia tidak
diambil dari mana-mana bangsa, dan apa yang difikirkan itu belum pernah dicetuskan
oleh sebarang pun diatas muka bumi ini. Sebagai contoh, katalah silau pulut,
yang mana orang Jepang, orang Amerika dan lain-lain tidak pernah dibuat dan
difikirkan.
Kalau
begitu tentulah terlalu banyak perkara yang telah dilakukan oleh masyarakat
Islam sejak ratusan tahun dulu, hingga zaman ini bukan dari kebudayaan Islam
tetapi dikaitkan dengan kebudayaan Islam. Contohnya ada patung-patung yang
pernah dibuat oleh orang-orang Islam ratusan tahun dahulu yang sudah dikaitkan
orang dengan kebudayaan Islam. Mana ada dalam ajaran Islam yang membenarkan
membuat patung? Itu sebenarnya adalah perbuatan orang Islam yang berkebudayaan
orang lain.
Perbuatan
seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat mesjid. Contohnya dapat dilihat
pada mesjid Cordova Spanyol, yang tempat sembahyangnya dibuat sudah tidak
mengikut cara Islam. Ia disalut dengan emas. Ini tidak dibenarkan sama sekali
oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam tetapi kebudayaan orang
Islam. Begitu juga dengan pancutan air untuk mengambil wudhuk yang keluar dari
mulut singa atau rusa, itu bukan daripada ajaran Islam. Itu adalah kebudayaan
orang Islam yang berkebudayaan orang lain.
Jadi
apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan itu bersih
dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa bentuk,
sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan Islam.
Sebab
itu sembarang usaha lahir maupun batin yang bersih (tulen) yang dicetuskan oleh
umat Islam itu hasil dari dorongan ajaran Islam (wahyu) yang tidak bertentangan
dengan apa juga yang ada dalam ajaran Islam, maka barulah ia dinamakan
kebudayaan (tamadun) Islam.[5]
Oleh
karena itu kalau kita tinjau, sebenarnya sangat sedikit kebudayaan Islam yang
dapat kita lihat hari ini. Apa muncul ditengah-tengah masyarakat Islam di
seluruh dunia sebenarnya adalah kemajuan dan kebudayaan hasil tajaan/ciptaan
orang lain yang kita tiru, bukan kebuadayaan Islam. Maka jadilah kita orang
Islam yang berkebudayaan orang lain.
Kesimpulannya,
jelaslah Islam bukan kebudayaan sebab ia bukan hasil ciptaan manusia. Walau
bagaimanapun agama Islam itu mendorong orang berkebudayaan. manakala
agama-agama di luar Islam memang kebudayaan sebab ia hasil kerja akal, khayalan
dan angan-angan manusia itu sendiri.
Justru
itu, jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan
jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau
tamadun. Makin banyak umat Islam mengamalkan hukum, semakin banyaklah kemajuan
dihasilkan dan seterusnya makin banyak lahirlah kebudayaan atau tamadun Islam.
C. PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN ISLAM
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup
Muhammad adalah hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah
dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan yang luhur dan indah
bagi setiap insan yang sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak
berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan
perbuatan yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam
hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum
kerasulannya sudah menjadi suri teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang
harga diri dan tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa kerasulannya,
hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula
Allah telah mengutusnya. Suatu pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan
nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun - yang dalam
gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka - yang baik dengan harta,
kedudukan atau dengan godaan-godaan lain -mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan
cemerlang itu belum ada dalam kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya,
keluhuran yang sudah meliputi segala segi kehidupan. Apalagi yang kita lihat
suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu dengan kehidupan alam semesta sejak
dunia ini berkembang sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam
dengan segala karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya kesungguhan
dan kejujuran Muhammad menyampaikan risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita
lihat ini lambat laun akan menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
Tetapi, seribu tigaratus limapuluh tahun
ini sudah lampau, namun amanat Tuhan yang disampaikan Muhammad, masih tetap
menjadi saksi kebenaran dan bimbingan hidup. Untuk itu cukup satu saja kiranya
kita kemukakan sebagai contoh, yaitu apa yang diwahyukan Allah kepada Muhammad,
bahwa dia adalah penutup para nabi dan para rasul. Empat belas abad sudah lalu,
tiada seorang juga sementara itu yang mendakwakan diri bahwa dia seorang nabi
atau rasul Tuhan lalu orang mempercayainya. Sementara dalam abad-abad itu
memang sudah lahir tokoh-tokoh di dunia yang sudah mencapai kebesaran begitu
tinggi dalam pelbagai bidang kehidupan, namun anugerah sebagai kenabian dan
kerasulan tidak sampai kepada mereka. Sebelum Muhammad memang sudah ada para
nabi dan rasul yang datang silih berganti. Mereka semua sudah memberi peringatan
kepada masyarakatnya masing-masing bahwa mereka itu sesat, dan diajaknya mereka
kepada agama yang benar. Namun tiada seorang diantara mereka itu yang
menyebutkan, bahwa dia diutus kepada seluruh umat manusia, atau bahwa dia
adalah penutup para nabi dan para rasul. Sebaliknya Muhammad, ia mengatakan
itu, dan sejarah pun sepanjang abad membenarkan kata-katanya. Dan itu bukan
suatu cerita yang dibuat-buat, tetapi memang hendak memperkuat apa yang sudah
ada, serta menjelaskan sesuatunya, sebagai petunjuk dan rahmat bagi mereka yang
beriman.
"Tuhan
tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya. Segala usaha baik yang
dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan yang sebaliknya pun untuk dirinya pula.
'Ya Allah, jangan kami dianggap bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah,
janganlah Kaupikulkan kepada kami beban seperti yang pernah Kaupikulkan kepada
mereka yang sebelum kami. Ya Allah, jangan hendaknya Kaupikulkan kepada kami
beban yang kiranya takkan sanggup kami pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami
dan berilah kami rahmat. Engkau jugalah Pelindung kami terhadap mereka yang
tiada beriman itu." (Qur'an, 2: 2).
BAB III
PENUTUP
Kata agama dan
kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih, sehingga
mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang menyatakan
agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan
kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika
kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari.
Koentjaraningrat
mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang
harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya itu . Koentjaraningrat juga menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur
universal yang terdapat dalam semua kebudayaan yaitu, sistem religi, sistem
dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem
mata pencaharian hidup, serta sistem teknologi dan peralatan.
Pandangan di atas,
menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan demikian, agama
(menurut pendapat di atas) merupakan gagasan dan karya manusia. Bahkan lebih
jauh Koentjaraningrat menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat
berubah dan agama merupakan unsur yang paling sukar untuk berubah.
Ketika Islam
diterjemahkan sebagai agama (religi) berdasar pandangan di atas, maka
Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya manusia. Islam
pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam sejarah.
Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam sejarah.
Islam merupakan produk kebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit, ia
berproses dalam sejarah
Pandangan tersebut
telah melahirkan pemahaman rancu terhadap Islam. Pembongkaran terhadap sejarah
Al-Qur’an, justifikasi terhadap ide-ide sekulerisme, dan desakan untuk
‘berdamai’ menjadi Islam Inklusif, merupakan produk dari kerancuan pemahaman
tersebut.
Agama yang disebut
dalam pandangan Kontjaraningrat di atas tentu tidak dapat dinisbatkan kepada
Islam. Pemaksaan untuk memasukan Islam dalam teori tersebut akan menghasilkan
pemahaman yang rancu. Islam seharusnya diberi kesempatan untuk menafsirkan
dirinya sendiri. Islam pun harus berikan keleluasaan untuk mendevinisikan kebudayaan.
Buya Hamka
menyatakan bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa itu sedia telah ada
dalam jiwa manusia sendiri(iii). Hal itulah yang universal dalam diri
manusia, fitrah manusia. Manusia melihat alam yang megah dan berbagai fenomena
luar biasa, kemudian mencoba untuk menjelaskannya.
Dari fitrah itulah
menusia kemudian mencari tahu “siapa yang Maha Kuasa?”. Pencarian manusia
tersebut telah melahirkan banyak paham dan pandangan yang kemudian dipercayai
sebagai agama. Agama-agama semacam ini bukanlah agama yang diturunkan Allah Swt
kepada para nabinya, tetapi agama yang berasal dari akal budi dan gagasan
manusia. Agama semacam inilah yang tepat untuk dinisbatkan kepada teori
Kuntjaraningrat di atas.
Hanya Islam yang
sesuai dengan fitrah manusia. Buya Hamka menyatakan : Permulaan perjalanan
dinamakan fitrah. Akhir
dari perjalanan dinamai Islam.
Yang dimaksud dengan kalimat tersebut yaitu, bahwa fitrah manusia untuk mencari
Yang Maha Kuasa, akan tetapi manusia akhirnya menyerah karena akal tidak cukup
untuk memahaminya. Islam memberikan penjelasan apa yang tidak bisa dijelaskan
oleh akal. Itulah kenapa agama ini dinamakan Islam.
…maka
insaflah manusia akan kelemahan dirinya, dan insaf akan ke-Maha Besarnya yang
ada itu. Maka menyerahlah dia
dengan segala rela hati.
DAFTAR PUSTAKA
- Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974. hlm 19
- ibid. Hlm 16
- Hamka, Peladjaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1956. hlm 13.
- Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, Institut Antar bangsa Pemikiran dan Tamadun Islam (Istac), Kuala Lumpur, 2001. hlm 66
- Prof. Dr. Amer Al-Roubai, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Jurnal ISLAMIA Thn I No 4, Januari –Maret 2005. hlm 21
[1]Koentjaraningrat,
Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974. hlm
19
[2] Hamka, Peladjaran Agama Islam, Bulan
Bintang, Jakarta 1956. hlm 13
[3] ibid. Hlm 12
[4] Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, Institut Antarbangsa
Pemikiran dan Tamadun Islam (Istac), Kuala Lumpur, 2001. hlm 66.
[5] Prof. Dr. Amer
Al-Roubai, Globalisasi dan Posisi Peradaban Islam, Jurnal ISLAMIA Thn I
No 4, Januari –Maret 2005. hlm 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar