I
PENDAHULUAN
Ni1ai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu
tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk
dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenakan kita kepada
Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut
kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang
lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan
selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk/ ciptaan lainnya. Kemudian Allah
bimbing mereka dengan mengutus, para Rasut-Nya (Menurut hadits yang disampaikan
Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada
Tauhid (dikeluarkan oleh AI-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 51447 dan Ahmad di
A(-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa
jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani
di AI-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang
Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasut. Namun ada yang menerima
disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu
disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah
ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya
selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah
landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepatanya. Maka
apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah
kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada
keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala
keraguan. Aqidah menurut terminologi syarat (agama) yaitu keimanan kepada
Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akhirat, dan keimanan
kepada takdir Allah baik dan buruknya. lni disebut Rukun Iman.
Dalam syarat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama :
Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada
kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau
asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa,
zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini
baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya
syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : ikhias karena Allah SWT yaitu
berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai
dengan petunjuk Rasululiah SAW. ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi
satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasuluflah SAW
tertolak atau mengikuti Rasuiullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor
manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi
dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam AI-Qur'an surah AI-Kahfii
110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
me.mpersekutukan. seorangpun cialam befibadah kepada Tuhannya. “
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aqidah
Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari
kata al`aqdu – tautsiiqu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokahkan {menetapkan},
dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminalogi}: `aqidah adalah iman
yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan
bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan
taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya. Rasul–rasulnya
kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimanai seluruh apa
apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara
yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi Ijman' (konsensus) dari Salafush
Shalih, serta seturuh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun
secara amaliyah yang telah datetapkan menurut A!-Qur'an dan AsSunnah yang
shahih serta ijma' Salafush Shalih.
"Dan Barang
siapa yang menta ’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nab, para shiddiqin, orang-orang
yang matisyahrd dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-barknya” (QS. An-Nisa':69)
B.
Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan
di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang
beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan
kebenaran dafam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah
termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam
salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama: Tauhid
AI-Ufuhiyyah, ialah mengesakan
Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua: Tauhid
Ar-Rububiyyah, ialah rnengesakan
Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang
Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid
Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya.
Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa
Ta'a(a. dafam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. oleh
karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adafah kekuasaan Allah".
Karena, tak syah lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang
menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang tersembunyi, tak
ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh
dan tak ada seorarangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik
atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali
setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan
tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah
ataupure Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru.
Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa
Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila
yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi,
maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah
Subhanahu wa Ta'ata dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah
semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid Bin
Abdu! Qadir Jawas].
C.
Manfaat Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak,
maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang
merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min
harus yakin kebenaran Aqidah lslamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan
tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akhirat. Dan merupakan
keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara burni dan
langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akhirat. Faedah yang
akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah lslamiyah adalah :
1.
Membebaskan
dirinya dari ubudiyah/ penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya
kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
2.
Membentuk
pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun
duka.
3.
Dia
merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang
rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut
mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
4.
Aqidah
memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada
Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan
persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pintar dan bodoh, antar
pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan
bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
D. Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin
ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan
faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan
keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan
sebelum AI-Qur'an"
Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thaiib timbul
pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ati dan
Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa
Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin
Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori
oleh Ma'bad A!-Juhani (Riwayat ini dibawakan ofeh Imam Muslim, lihat Syarh
Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar
karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis
bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan
istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang
dicontohkan Nabi Muhammad), A!-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah waf
Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang
menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas
jaian Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga
yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
Ringkasnya : Aqidah lslamiyah yang shahih bisa disebut
Tauhid, fiqih akbar, dan ushuiuddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya
adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
E. Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang
berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi
berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akhirat kelak. Dia
akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi
pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh
sejumlah faktor diantaranya :
1.
Tidak
menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.
2.
Fanatik
kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalar~ Surat AI-Baqarah 170 yang artinya :
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "lkutlah apa yang telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang tetah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. "
(Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”
3.
Taklid
buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang
tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya
sesat, maka ia ikut tersesat.
4.
Berlebihan
(ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah
meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat
berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai
penengahl antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat
meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada
Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan
kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan.
5.
Lengah
dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus
menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6.
Pendidikan
di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak
tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan hihrahnya,
maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak
akan dipengaruhi oleh acara l program televisi yang menyimpang, lingkungannya,
dan lain sebagainya.
7.
Peranan
pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media
baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan
pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami
dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali
dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akhirat kita,
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan
barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya. "
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya :
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-Jaki maupun perempuan,
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan karrri beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "
III
KESIMPULAN
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Isiami
yang dapat membina setiap individu muslim sehingga memandang alam sernesta dan
kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid
baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan
serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan
yang mampu menciptakan mu'jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar
di zaman permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita
mengingatkannya tentang sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh
orang-orang sebelumnya dan rneyakinkannya akan validitas akidah itu dalam
setiap zaman dan keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina
manusia di berbagai sisi dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
1. Dalam
Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat.
Adapun kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan
bisa diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia
mampu untuk meningkatkan diri dan ticlak membuatnya putus asa dari rahmat Allah
dan ampunan-Nya
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia
membatasi kebebasan itu dengan hukum-hukum syariat, pengharnbaan kepada Allah
supaya hal itu tidak menimbulkan kekacauan.
Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu
pengetahuan dan mengikat ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena mernisahkan ilmu
pengetahuan dan iman akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan
merenungkan dengan teliti untuk menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya
untuk bertaklid dalarn hati itu.
2. Dalam
Sisi Sosial
Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi
ini. Di saat masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan
kemaslahatannya, dengan mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang
mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang
memisahkan antara ketamakan manusia akan kemasiahatan-kemaslahatan pribadinya
dan jiwa berkorban demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli
sosial dalam diri setiap individu.
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini
dalam diri setiap individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut
bertanggung jawab terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban
dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu mushn untuk hidup
bersama..
Akidah telah berhasil merubah kondisi pertentangan dan
pergolakan yang pernah melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang
mengenal dan tolong menolong. Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu
yang disegani oleh bangsa lain.
3. Dalam
Sisi Kejiwaan
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi
manusia meskipun bencana sedang menimpa.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan
metode untuk meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara
tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita
dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia.
Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk rnencari kesenangan dan
ketentraman di dunia ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi
meraih kesuksesan dalam ujian Allah di dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan
bahwa setiap musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa
musibah terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama.
Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya.
Karena tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya,
dan tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan
bahwa penyakit-penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan
egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan akibat-akibat sosiai dan potitik
yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah,
sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Ali a.s.
4. Dalam
sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak
setiap individu muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan
siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak
menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pernikiran hasil
rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam
setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah
tuntunan-tuntunan akhlak di kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak
akan pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah
Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu! Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425HIAgustus
2004M]
Disalin dari kitab AI-Qadha
wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad
Shalih AI-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan
Rabi'ul Awwa( 1420HIJuni 1999M]
Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah
Wai Jama'ah Oleh Yazid bin Abdui Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus
2004M]
http://adeardho.blogspot.com/2014/01/54-soal-jawab-aqidah.html
BalasHapusizin copas yaa..
BalasHapuskenapa ngopas mba, coba buat dan yang lebih bagus lg
HapusSepatu Murah
Sepatu Import
Pusat Grosir Sepatu
Sepatu Import Murah