BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-Qur’an
merupakan sumber hukum Islam.Allah menitipkan segala sesuatu ilmu di dalamnya
dan menjelaskan jalan yang benar dari pada yang sesat. Akan tetapi kerap kali
isi Al-Qur’an mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal tidak
mufashal.Contohnya perintah shalat, Alqur’an membawanyasecara mujmal, tidak
menerangkan bilangan rakaatnya, tidak menerangkan syarat, dan rukunnya. Oleh
karena itu, salah satu kehadiran hadits berfungsi sebagai bayan tafsir terhadap
ayat-ayat tersebut. Tanpa kehadira hadis, umat Islam tidak mampu menangkap atau
merealisaiksan hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran secara mendalam. Ini
menunjukkan hadis ,menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber
hukum Islam.
Meskipun
mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar sebagai sumber ajaran setelah
Al-Qur’an, namun sebagaimana pada awal Islam diperintahkan oleh Nabi, hadis
tersebut untuk dihafal dengan tidak boleh sama sekali mengubahnya, tidak menyelenggarakan
penulisan secara resmi seperti penulisan Al-Qur’an, kecuali penulisan secara
perorangan. Pembukuan resmi hadis-hadis Nabi, baru dilaksanakan pada masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melalui perintahnya kepada gubernur Madinah, Abu
Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm tahun 100 H.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasull SAW dengan waktu pembukuan hadis merupakan kesempatan bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan hadis dengan motif tertentu dan mengatasnamakan Rasull SAW yang padahal beliau tidak pernah mengatakan atau melakukan.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasull SAW dengan waktu pembukuan hadis merupakan kesempatan bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk melakukan pemalsuan hadis dengan motif tertentu dan mengatasnamakan Rasull SAW yang padahal beliau tidak pernah mengatakan atau melakukan.
Makalah
“ Hadis Maudhu” ini akan membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan hadis
palsu atau hadis Maudhu dengan batasan rumusan masalah yang telah ditentukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadis Maudlu?
2. Bagaimana sejarah munculnya Hadis
Maudlu?
3. Apa saja faktor penyebab munculnya
Hadis Maudlu?
4. Apa saja kriteria Hadis Maudlu?
5. Bagaimana hukum meriwayatkan Hadis
Maudlu?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Hadis Maudlu.
2. Mengetahui sejarah munculnya Hadis
Maudlu.
3. Mengetahui faktor penyebab munculnya
Hadis Maudlu.
4. Mengetahui kriteria Hadis Maudlu.
5. Mengetahui hukum meriwayatkan Hadis
Maudlu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadis Maudhu’
Maudhu
secara bahasa artinya:
1. Yang diletakkan, dibiarkan.
2. Menggugurkan.
3. Meninggalkan, seperti ibilun
maudlu’atun. Maksudnya yang ditinggalkan atau dibiarkan tinggal di tempat
penggembalaan.
4. Berita bohong yang dibuat-buat.
Adapun
pengertian hadist maudhu’(hadis palsu) secara istilah adalah:
“Apa-apa
yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau
tidak mengatakan dan memperbuatnya.
Sedang
yang dikehendaki dalam ilmu hadist menurut urf ulama hadits:
“Hadist
yang dibuat-buat, yakni hadist yang cacatnya disebabkan kedustaan perawi.”
2.2 Sejarah Munculnya Hadits
Ada
beberapa pendapat mengenai sejarah pemalsuan hadits:
1. Menurut Ahmad Amin (wafat 1373=1945
M), pemalsuan hadis telah terjadi pada zaman nabi. Alasan yang dikemukakan
Ahmad adalah hadis mutawatir yang menyatakan, bahwa barang siapa yang secara
sengaja membuat berita bohong dengan mengatasnamakan nabi, maka hendaklah orang
itu bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka. Kata Ahamd Amin, isi
hadis tersebut telah memberikan suatu gambaran, bahwa kemungkinan besarpada
zaman nabi telah terjadi pemalsuan hadis.
Menurut Al-Siba’i, apa yang dikemukakan Ahmad Amin itu tidak
ada sandaran sanadnya dalam sejarah yang kidak ada sandaran kukuh, juga tidak
ada sandaran sebab turunnya hadis yang disebutkan sbagaimana dapat dibaca dalam
berbagi kitab yang andal.
2. Menurut Salah Al-Din Al-Adabi,
pemalsuan hadis tentang keduniaan telah terjadi pada zaman nabi namun,
pemalsuan hsdis yang berkenaan dengan urusan agama belum pernah terjadi.
3. Menurut jumhur ulama, pemalsuan
hadis mulai muncul pada Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Menurut pendapat ini,
keadaan hadis pada zaman nabi sampai sebelum terjadinya pertentangan antara Ali
ibn Thalib dengan Muawiyah ibn Abi Sufyan (wafat 60 H= 680) masih terhindar
dari pemalsuan.
Dari
tiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa Nabi Muhammad
SAW, belum terjadi pemalsuan hadis.Berdasarkan bukti-bukti yang dapat dipercaya
adalah pemalsuan hadis mulai terjadi pada masa Ali ibn Thalib. Berikut
kronologisnya.
Munculnya
pemalsuan hadis ini dimulai sejak tahun 41 hijriah, pada masa pemerintahan
khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, ketika kaum Muslim saling berselisisih dan
terpecah-pecah dalam beberapa kelompok mayoritas: golongan Muawiyah, Khawarij,
dan Syi’ah.Yakni setelah terjadinya perang Shiffin.
Adanya
golongan-golongan ini mengakibatkan timbulnya perbedaan pendapat dan pertentangan,
bukan saja dalam bidang politik dan pemerintahan, tapi juga dalam
ketentuan-ketentuan agama.Dan dari susasana tersebutlah maka timbul
pemalsuan-pemalsuan hadis.
Namun, penyebaran Hadis Maudlu pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadis.
Namun, penyebaran Hadis Maudlu pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadis.
Para
sahabat ini mengetahui Hadis Maudlu karena ada ancaman keras yang dikeluarkan
oleh Nabi Muhammad SAW terhadap orang yang memalsukan hadis, sebagaimana sabda Nabi:
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, dia telah menempah
tempatnya di dalam neraka.”
Setelah
zaman sahabat berlalu, penelitian dan penilaian terhadap hadis-hadis Nabi
SAW.Mulai melemah.Ini menyebabkan banyaknya periwayatan dan penyebaran hadis
yang secara tidak langsung telah turut menyebabkan terjadinya pendustaan
terhadap Rasulullah dan sebagian sahabat.Ditambah lagi dengan adanya konflik
poltik di antara umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada
golongan tertentu yang mencoba bersekongkol dengan penguasa untuk memalsukan
hadis.
Walaupun
begitu, tahap penyebaran hadis-hadis Maudlu pada masaini masih lebih kecil
dibandingkan dengan zaman-zaman berikutnya.Hal ini karena masih banyaknya
tabiin yang menjaga hadis-hadis dan menjelaskan di antara yang lemah dan yang
sahih.Dan juga karena zaman ini masih dianggap hampir sezaman dengan Nabi
SAW.Dan disebut oleh Nabi sebagai di antara sebaik-baik zaman.
Pengajaran-pengajaran serta wasiat dari Nabi masih segar dikalangan mereka yang
menyebabkan mereka dapat menganalisis kepalsuan-kepalsuan hadis.
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudlu
1. Pemalsuan hadits karena pengaruh
atau kepentingan politik:
a. Untuk meninggikan derajat Ali, kaum
Syiah membuat hadis palsu:
“Barang
siapa ingin melihat kepada Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat
kepada Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepda Isa
tentang ibadahnya, maka hendaklah ia melihat kepada Ali.
b. Untuk meyakinkan umat agar menentang
Muawiyah, maka mereka membuat hadits palsu:
“Apabila
kamu melihat Mu’awiyah di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.”
c. Untuk membela dan memeperlihatkan
kedudukan Muawiyah dibuat orang dan dinamakan Hadits:
“
Yang kepercayaan hanya tiga orang saja: Saya, Jibril, dan Muawiyah.”
Kaum
Rafidhah Syiah pendukung Ali merupakan golongan yang banyak memalsukan
hadis.Al-Kholili dalam kitab Irsyadnya mengatakan bahwa kaum Rafidhi telah
memalsukan hadis tidak kurang dari tiga ratus ribu hadis, yang isinya
kebanyakan tentang sanjungan dan pujian kepada Ali dan kecaman terhadap dua
kholifah pertama yaitu sayyidina Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Imam
Malik pernah ditanya tentang kaum Rafidhi, beliau mengatakan, “ jangan
berbincang dengan mereka dan jangan meriwayatkan hadis dari mereka, karena
sesungguhnya mereka itu pendusta.”
2. Motif untuk merusak agama.
Cara
ini dilakukan oleh kaum Zindik, yaitu mereka yang berpaham atheis namun
berkedok Islam padahal dalam hatinya terdapat kedengkian dan permusuhan
terhadap Islam dan muslimin.Pada hakikatnya, mereka ingin merusak agama dengan
menyusup al-Qur’an namun gagal, dan kini mereka masuk dan menyebarkan virus
kerusakan melalui hadis, dengan melakukan pemalsuan terhadap hadis Nabi SAW.
Hammad
bin Zaid mengatakan, “ Kaum Zindik telah memalsukan hadis Nabi sebanyak empat
belas ribu hadis.” Angka ini bersumber dari pengakuan seorang zindik Abdul
Karim bin Auja’ yang hendak dipenggal lehernya oleh Muhammad bin Sulaiman bin
Ali pada masa pemerintahan al-Mahdi al Abbasi (160 H). Dia mengaku telah
memalsukan hadis tidak kurang dari empat belas ribu hadis yang isinya di
antaranya menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Contoh hadisnya:
“
Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahku, kecuali jika Allah
menghendaki.”
3. Mempertahankan madzhab dalam masalah
fiqh dan masalah kalam
Para
pengikut mazhab fiqh dan pengikut ulama kalam, yang bodoh dan dangkal ilmu
agamany, membuat pula hadis-hadis palsu untuk menguatkan paham pendirian
imamnya.
Mereka yang fanatik terhadap mazhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat mengangkat kedua tangan di kala shalat membuat hadis maudhu sebagai berikut:
“ Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya.”
Mereka yang fanatik terhadap mazhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat mengangkat kedua tangan di kala shalat membuat hadis maudhu sebagai berikut:
“ Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya.”
4. Menjilat para penguasa untuk mencari
hadiah.
Ulama-ulama
su’ membuat hadis palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa
sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapatkan upah dengan diberi
kedudukam atau harta.
Seperti
yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim tatkala dating kepada al-Mahdi yang
gandrung memelihara merpati dan saat itu sedang bermain adu burung merpati.
Melihat Ghiyats dating, al-Mahdi bertanya, “ Coba jelaskan tentang hadis yang
kau tahu dati Rasulullah SAW.” Ghiyats menjawab, Rasulullah SAW bersada:
“
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda,
atau burung yang berasayap.”
Ia
menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’ untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu
Al-Mahdi memberinya sepuluh dirham. Setelah ia berpaling, Sang Amir berkata, “
Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah
SAW.”, lalu ia memerintahkan untuk menyembelih merpati itu.
5. Membangkitkan gairah beribadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah
Seperti
hadis yang dibuat-buat oleh ibn Abdu Rabbi al Farisi maupun Muh ibn Abi Maryam
yang telah memalsukan hadis-hadis keutamaan al-Qur’an.Hal ini timbul karena
kondisi yang pada saat itu banyak orang yang berpaling darial-Qur’an dan asyik
mempelajari fiqh dan sejarah.Melihat kondisi semacam ini, mereka berinisiatif
membuat hadis-hadis yang isinya berkaitan denagn keutamaan membaca al-Qur’an,
agar orang-orang mau kembali membaca dan mengkaji al-Qur’an.
6. Fanatik Kebangsaan
“Bahwasanya
Allah apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan apabila ridha
menurunkan wahyu dengan bahasa Persi.”
2.4 Kriteria Hadis Maudlu
Kriteria
hadis palsu dapat dilihat pada ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matan.
1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad.
a. Terdapat banyak ciri-ciri
ke-mandlu’an hadis yang terdapat pada sanad, diantaranya:
Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) yang tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadis dari dia.
Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) yang tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadis dari dia.
Contohnya, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam seorang yang
terkenal suka berbohong dan mengada-ada. Dia pernah mengatakan bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “ Perahu Nabi Nuh mengitari Baitullah dan melakukan shalat dua
rakaat di belakang makam Ibrahim.”
b. Pengakuan dari si pembuat sendiri.
Contohnya, pengakuan dari ibn Abdu Robbi al-Farisi yang
telah memalsukan hadis-hadis keutamaan al-Qur’an.
c. Ungkapan perawi yang secara tidak
langsung bermakna pengakuan.
Misalnya seorang perawi mengatakan telah mendengar hadis
dari seseorang padahal keduanya tidak hidup sezaman, dan dia mengklaim bahawa
tersebut telah diambil dari orang tersebut.Seperti berikut ini, ketika Ma’mun
Ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima hadis dari Hisyam Ibn Amr kepada
Ibn Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “ Kapan engkau pergi ke Syam?”. Ma’mun
menjawab, “ Padatahun 250 H.” Mendengar itu, Ibnu Hibban berkata, “
Hisyammeningeal dunia pada tahun 245 H.”
Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat
hadis maudhu’.Misalnya seperti yang dilakukan Ghiyatsbin Ibrahim seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan.
a. Keburukan susunan lafazhnya.
Jika
terdapat kejanggalan dalam redaksi, ini adalah hal yang mustahil keluar dari
orang yang paling fasih, yakni Nabi Muhammad SAW.Kaidah ini mudah dimengerti
oleh orang-orang yang menggeluti bidangnya. Karena, sebuah hadis,sebagaimana
diaktakan oleh Ar-Rabi’ bin Jutsaim “terang bagaikan terangnya siang, bila Anda
mengenalnya. Tetapi, kelam bagai gelap malam, bila anda tidak mengenalnya.
b. Kerusakan maknanya.
1. Memiliki makna yang rancau, seperti
sulit diterima bahwa Nabi mengatakan hadis seperti itu padahal beliau dikenal
sebagai orang fasih. Seperti hadis palsu yang berbunyi “seandainya beras itu
orang, niscaya di sosok yang bijak, tidak dimakan oleh seseorang kecuali akan
mengenyangkan.” Ungkapan ini dinilai tidak mencerminkan kedalaman makna yang
biasa diungkapkan oleh hadis nabawi.
2. Bertentangan dengan nash al-Qur’an
atau hadis shahih serta ijma’.
Contoh hadis maudhu’ yang bertentangan dengan Al-Qur’adalah
hadis,
“Anak
zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh turunan.”
Makna
hadis ini bertentangan dengan kandungan Q.S. Al-An’am ayat 164, yaitu:
“
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang yang lain.”
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang
lain. Seorang anak sekalipun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
3. Karena mengandung dongeng-dongeng
yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadis,
“
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku dan kekasih dari kekasih
Jibril.”
4. Sanksi siksa yang pedih akibat
kesalahan kecil.
Seperti hadis, “Barang siapa makan bawang pada malam jum’at
maka ia akan dilempar ke neraka hingga kedalaman tujuh puluh tahun perjalanan.”
5. Obral pahala untuk perbuatan
sederhana.
Seperti hadis, “ Barang siapa puasa sunnah sehari maka ia
akan diberi pahala seperti melakukan seribu kali haji, seribu umrih, dan
mendapat pahala Nabi Ayub.” Sekalipun berpuasa ada pahalanya, namun tidak
seperti yang dijelaskan dalam hadis di atas. Sebesar apapun amal seseorang
tidak akan pernah membandingi pahala yang diterima oleh para nabi.
6. Bertentangan dengan akal sehat.
Seperti hadis: “ pakailah cincin akik, karena bercincin akik
dapat menghindarkan dari kekafiran.” Semua orang akan bertanya, apa hubungannya
antara kefakiran dan cincin akik?
Atau hadis, “jika seseorang sedang berbicara lalu ia bersin, maka ketahuilah bahwa ucapannya itu benar.”Apa hubungannya antara bersin dan kebenaran ucapan seseorang?
Atau hadis, “jika seseorang sedang berbicara lalu ia bersin, maka ketahuilah bahwa ucapannya itu benar.”Apa hubungannya antara bersin dan kebenaran ucapan seseorang?
7. Tidak sejalan dengan medis.
8. Misalnya hadis yang mengatakan, “terong
obat segala penyakit.”
2.5 Hukum Meriwayatkan Hadis Maudlu
1. Secara muthlaq, meriwayatkan
hadist-hadist palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui
bahwa itu adalah hadist palsu.
2. Bagi mereka yang meriwayatkannya
dengan tujuan untuk memberitahu pada orang lain bahwa hadits ini adalah palsu
(menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau membacakannya) maka tidak
ada dosa atasnya.
3. Mereka yang tidak tahu sama sekali
kemudian meriwayatkannya atau mengamalkan hadits tersebut karena tidak tahu,
maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapat penjelasan oleh para
hadits bahwa riwayat atau hadits yang dia riwayatkan atau mengamalkan itu
adalah hadits yang palsu, maka hendaklah segera tinggalkannya, kalau tetap dia
amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya
haram (berdosa).
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Hadits Maudlu adalah hadits yang
dibuat-buat, yakni yang cacatnya disebabkan kedustaan perawi.
2. Sejarah Munculnya Hadits
Munculnya pemalsuan hadis dimulai
sejak tahun 41 hijriah, pada masa pemerintahan khalifah keempat Ali bin Abi
Thalib, ketika kaum Muslim saling berselisisih dan terpecah-pecah dalam
beberapa kelompok mayoritas: golongan Muawiyah, Khawarij, dan Syi’ah.Yakni
setelah terjadinya perang Shiffin.
3. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya
Hadits Maudlu:
a. Pemalsuan hadist karena pengaruh
atau kepentingan politik
b. Motif untuk merusak agama.
c. Mempertahankan madzhab dalam masalah
fiqh dan masalah kalam
d. Menjilat para penguasa untuk mencari
hadiah.
e. Membangkitkan gairah beribadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah
f. Fanatik kebangsaan.
4. Kriteria Hadis Maudlu
Kriteria hadis palsu dapat dilihat
pada:
Ciri-ciri yang terdapat pada sanad:
1. Rawi tersebut terkenal berdusta
(seorang pendusta).
2. Pengakuan dari si pembuat sendiri.
3. Ungkapan perawi yang secara tidak
langsung bermakna pengakuan.
4. Keadaan rawi dan faktor-faktor yang
mendorongnya membuat hadis maudhu’.
Ciri-ciri yang terdapat pada matan:
1. Keburukan susunan lafazhnya.
2. Kerusakan maknanya.
3. Bertentangan dengan nash al-Qur’an
atau hadis shahih serta ijma’.
4. Karena mengandung dongeng-dongeng
yang tidak masuk akal.
5. Sanksi siksa yang pedih akibat
kesalahan kecil.
6. Obral pahala untuk perbuatan
sederhana.
7. Bertentangan dengan akal sehat.
8. Tidak sejalan dengan medis.
5. Hukum Meriwayatkan Hadis Maudlu
1. Hukumnya haram bagi mereka yang
sudah jelas mengetahui bahwa itu adalah hadist palsu.
2. Hukumnya halal bagi mereka yang
meriwayatkannya dengan tujuan untuk memberi tahu pada orang lain bahwa hadits
ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau
membacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
3. Mereka yang tidak tahu sama sekali
kemudian meriwayatkannya atau mengamalkan hadits tersebut karena tidak tahu,
maka tidak ada dosa atasnya.
4. Hukumnya haram bagi mereka yang
sudah mengetahui status suatu hadis itu palsu dan dia amalkan sedang dari jalan
atau sanad lain tidak ada sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Muhammad ’Ijaj Al-Khatib, Usul al-Hadith, ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1421H-2001 M,
h. 26-27.
Syaikh
'Abdul Fattah Abu Ghuddah, Lamahat min Tarkih as-Sunnah wa 'Ulum al- Hadits,
Maktab al-Mathbu'at al-Islamiyyah, Halb, Syria. Cet.ke- I, tahun 1404 H
h. 41
Manna’ Al-Qathan, Pengantar Studi
Ilmu Hadits (Terjemahan Mabahis Fi Ulumil Hadits),
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, Cetakan Pertama 2005 h. 145
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits,
Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV 2004 h. 82
Muhammad
bin Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyat wa al-Maudhuat fi Kutub al-Tafsir,
Cet.ke-I 1988 M/1409 H. Maktabah
al-Ilm Cairo, Mesir. h. 20.
Belajar hadits ane gan
BalasHapusSepatu Murah
Sepatu Import
Pusat Grosir Sepatu
Sepatu Import Murah