Jumat, 27 Januari 2012

“Study Islam Diberbagai Negara”

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karuniaNya sehingga terselesaikanlah makalah ini dengan judul “Study Islam Diberbagai Negara”.
Tim penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen sekaligus pembimbing sehingga terselesaikannya makalah ini.
Tim penyusun menyusun makalah ini dengan tujuan agar kita mengetahui pendidikana Islam selain di Indonesia. Dan kami berharap ridho Allah agar bermanfaat bagi pembaca,  Amien.








Surabaya 28 desember 2006
Tim Penyusun









DAFTAR ISI

SAMPUL
   Kata Pengantar
   Daftar Isi
   Bab 1 :PENDAHULUAN
    A.Latar Belakang
    B.Rumusan Masalah
    Bab 11 :PEMBAHASAN
      A.Pengertian study Islam
      B.Tujuan study Islam
      C.Isalm Di Eropa Dan Amerika
      D. Islam Di Australia
     Bab 111 :KESIMPULAN
     DAFTAR PUSTAKA














BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Study Islam sering kali dikaji diberbagai Negara, terutama dikawasan Australia. Di Australia study Islam tidak hanya dikaji di Universitas tetapi juga dikalangan masyarakat. Di Negara tersebut banyak terdapat organisasi Islam salah satunya adalah The Islamic Society of Victoria. Tujuan utama organisasi tersebut adalah untuk mengungkapkan dampak penting keterlibatan komunitas muslim di Australia
Organisasi-organisasi Islam juga banyak terdapat di kawasan-kawasan lain yaitu: di Timur Tengah, Eropa, Amerika. Orang-orang Islam yang ada di negara-negara tersebut aktif dalam organisasi





  1. Rumusan Masalah
    1. Apa pengertian Study Islam
    2. Tujuan Study Islam
    3. Bagaimana Study Islam di Eropa dan Amerika
    4. Bagaimana Study Islam di Australia








BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Study Islam
Study Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. dengan perkataan lain “ usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah, maupun praktek-praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. study keIslaman dikalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motifasinya dengan yang dikakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. dikalangan umat Islam, study keIslaman bertujuan untuk mendalami dan memahami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan diluar kalangan umat Islam, study keIslaman bertujuan untuk mempelajati  seluk beluk agama dan praktek keagamaan yang berlaku dikalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan.
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pendekatan study keIslaman yang mendominasi kalangan ulama Islam lebih cenderung bersifat subjektif, dan doktrinet.

  1. Tujuan Study Islam
    1. Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa hakikat agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agam-agama lain
    2. Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam, yang asli, dan bagaimana penjabaran dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islamnya
    3. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya
    4. Untuk memahami prinsi-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam, dan bagaiman realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar study Islam akan bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaharuan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam, Sehingga misi Islam dapat terwujud.

  1. Study Islam di Eropa dan Amerika
Di Eropa kajian masalah timur di Universitas terpisah menjadi suatu kedisiplinan abad ke-19. Di Perancis dan Inggris motivasi kajian timur tengah adalah untuk kepentingan politik, karena wilayahnya itu merupakan incaran untuk dijadikan daerah jajahan. Melalui kajian timur tengah pada abad ke-19 tentang sejarah dan bahasanya. Jika mengkaji secara orientalis, mulai perang dunia II kekuasaanya mulai pindah dari Eropa ke Amerika Serikat. Universitas-universitas di Amerika Serikat dan Kanada, jurusan Religius Studies yang meliputi kajian teks dan ekpresi tingkah laku keberagaman pada abad ke-20. perbandingannya abad ke-19 kajiannya lebih banyak dengan cara polemik namun pada abad ke-20 membuka dialog antar satu sama lain. Islamic Studies yang dilakukan di barat menggunakan pendekatan dan metode sebagai berikut:
    1. Metode ilmu-ilmu yang masuk dalam kategori humanistis
    2. Metide dalam disiplin theology
    3. Metode dari displin ilmu-ilmu sosial
Di amerika, studi-studi Islam pada umumnya memang menekankan pada studi sejarah Islam,bahasa-bahasa Islam selain bahasa arab,sastra dan ilmu-ilmu sosial,berada dipusat studi Timur Tengah atau Timur dekat. Di UCLA studi Islam dibagi kepada komponen-komponen. Pertama, mengenai doktrin agama Islam, termasuk sejarah pemikiran Islam. Kedua, bahasa arab termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah, hukum dan lain-lain. Ketiga, bahasa-bahasa non arab yang muslaim, sperti Turki, Urdu, Persia, dan sebagainya. Sebagai bahasa yang dianggap telah ikut melahirkan kebudayaan Islam. Kempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah, bahasa arab, sosiologi dan semacamnya. Selain itu, ada kewajiban menguasai secara pasif satu atau dua bahasa eropa.
Di London, studi Islam digabungkan dalam school of oriental and african studies, fakultas mengenai studi ketimuran dan afrika, yang memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan asia dan afrika. Salah satu progrm studi didalamnya adalah program MA tentang masyarakat dan budaya Islam yang dapat dilanjutkan kejenjeng doktor.
Di Kanada, studi Islam bertujuan : pertama, menekuni kajian budaya dan peradaban Islam dari zaman Nabi Muhammad hingga masa kontemporer. Kedua, memehami ajaran Islam dan masyarakat muslim di seluruh dunia. Ketiga, mempelajari beberapa bahasa muslim.
Di Belanda, menurut salah satu ilmuwan disana menyatakan bahwa studi Islam di Belanda sampai setelah perang dunia II, masih merupakan refleksi dari akar anggapan seperti Islam bermusuhan dengan kristen, dan pandangan Islam sebagai agama yang tidak patut di anut. Baru belakangan ada sifat yang lebih objektif seperti apa yang tertulis dalam berbagai brosur, studi-studi Islam dibelanda lebih menekankan kepada kajian Islam di Indonesia tertentu, kurang menekankan pada aspek sejarah Islam itu sendiri.



  1. Study Islam di Australia
Sebagian Indonesia bangkit untuk mengamalkan Islam di Australia, dilingkungan mahasiswa muslim Indonesia yang belajar di beberapa Universitas di Melbourne. Disana mereka tidak bergabung pada kelompok pengajian manapun, karena mereka menganggap satu-satunya tujuan untuk datang ke Australia adalah untuk belajar. Pengajian itu bersifat dialegtika yang menyangkut topik-topik yang kontrofersial atau mengandung aspek-aspek ilmiah.
Beberapa mahasiswa muslim Indonesia di Monash juga mengahadiri pengajian yang diadakan Islam Study Group yang pada umumnya berbentuk tafsir qur’an. Mereka juga aktif mengahadiri pertemuan kelompok muslim yang dikenal dengan sebutan jama’ah tabligh.


KESIMPULAN


Pada sekitar abad ke-19, Islam dikaji di barat lebih terbuka dari pada masa-masa sebelumnya, disini kajian Islam dimasukkan dalam disiplin Religius Studies untuk mendapatkan title ahli mengenai Islam, harus menerima training dalam divinity school.
Di Eropa, kajian masalah timur terpisah menjadi suatu disiplin pada abad ke-19. di Prancis dan Inggris motifasi kajian timur tengah adalah untuk kepentingan politik. Mahasiswa muslim di Monash Australia sebagian menggabungkan diri dengan Monash Indonesian Islamic Society (MIIS)
Karya tulis ini diamati dengan pembahasan tentang pengertian dan visi study Islam, yang diikuti dengan pembahasan tentang study Islam yang ada di berbagai Negara

















DAFTAR PUSTAKA


Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Kencana, 2005

Mulyana, Dedy.Islam Dan Orang Indonesia Di Australia, Jakarta: Logos, 2000

Azizy Qodri Ahmad, Islam Dan Permasalahan Sosial, Yogyakarta: Lkis, 2000


























“Al-Qur’an”


BAB I
PENDAHULUAN
Telah Kita Ketahui Bahwa Al-Qur’an adalah salah satu sumber-sumber fiqh Islam.Terkadang dalam hal ini kita kurang memahami bahwa Al-Quran sesempurna-sempurna seruan dan perkataan Allah SWT, yang mengandung hokum-hukum syara’ dan menjadi mu’jizat bagi Nabi maka mustahil Al-Qur’an itu dipindahkan secar mutawatir (kumpulan wahyu).
Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan dan memberi gambaran apa itu Al-Qur’an.
Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi para pembaca umumnya dan kepada penulis khususnya.


BAB II
PEMBAHASAN
“Al-Qur’an”
A. Pengertian Al-Qur’an
(Dikutip dari bukau yang dikarang oleh Dr.H. Nazar Bakry)
Al-Qur’an menurut bahasa yaitu : membaca / Baca.Sedangkan menurut Istilah Al-Qur’an yaitu : Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril sebagai Mukjizat yang diriwayatkan secara mutawatir yang menjadi ibadah bagi yang membaca.
Kitab yaitu Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dibaca secara Mutawatir artinya kumpulan Wahyu, firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an terdiri dari 30 juzz dan 114 surat sedangkan bilangan ayatnya 6666 ayat.
-          Pengertian Al-Qur'an
 (Kutiapn dari buku yang dikaran oleh prof. Abdul Wahab Khalaf)
Al-Qur’an yaitu Kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat Jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad bin ‘Abdullah dengan lafazh yang bebahasa arab dan nama-nama yang benar.
Al-Qur’an dimulai dengan surat An-Nas. Keistimewaan Al-Qur’an adalah bahwa lafazh dan maknanya berasal dari Allah SWT.
Penafsiran atau penerjemahan Al-Qur’an dianggap sempurna, lantaran dilakukan oleh ulama yang terpercaya keagamaannya, pengetahuannya, amanahnya, dan kecerdasannya.
Maka bolehlah dianggap bahwa penafsiran / penerjemahan ini merupakan penjelasan pengertian Al-Qur’an dan sebagai referensi mengenai maknanya.Akan tetapi ia tidak boleh dianggap sebagai Al-Qur’an itu sendiri dan hukum-hukum Al-Qur’an tidak berlaku padanya.
C. Macam-macam Hukum Al-Qur’an
Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an ada 3 macam :
1. Hukum-hukum I’tiqadiyyah
Hukum-hukum I’tiqadiyyah adalah yang berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf, yaitu mempercayai Allah, Malaikatnya, Kitab-kitabnya, Para Rasulnya, dan Hari akhir.
2. Hukum Moralitas
Hokum moralitas adalah yang berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf, berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
3. Hukum Amaliyah
Hokum Amaliyah adalah yang bersangkutan dengan sesuatu yang timbul dari mukallah, baik berupa perbuatan, perkataan, perjanjian hokum, dan pembelanjaan.Hukum-hukum Amaliyyah didalam Al-Quran terjadi dari dua macam yaitu :
a. Hukum-hukum ibadah
Hukum-hukum ibadah seperti shalat, Puasa, Zakat, haji, Nadzar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang bukan ibadah dan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
b. Hukum Muamalat
Hukum Muamalat sperti : Akad, Pembelanjaan, Hukuman, Pidana, dan lainnya yang bukan ibadah dan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara sesame Mukallaf baik sebagai Individu, bangsa, atau Kelompok.
Hukum yang bukan ibadah disebut hokum muamalat menurut istilah syara’, sedangkan menurut istilah modern hokum muamalat ini telah dibagi menurut sesuatu yang berkaitan dengannya, dan maksud yang dikehendakinyamenjadi beberapa macam berikut ini :
1. Hukum keluarga
Hukum keluarga yaitu hukum yang berhubungan dengan keluarga, mulai dari pembentukannya, dan ia maksudkan untuk mengatur hubungan antara suami istri dan kerabat satu sama lain.
2. Hukum Perdata
Hukum perdata yaitu hokum yang berkaitan dengan perhubungan hokum antara  Individu. Individu dan pertukaran mereka, baik berupa jual beli, penggadaian, Jaminan, Persekutuan, Utang Piutang, dan memenuhi janji dengan disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan harta kekayaan Individu dan memelihara hak masing-masing yang berhak. Jumlah ayat-ayatnya didalamnya berkisar tujuh puluh ayat.
3. Hukum Pidana
Hukum Pidana yaitu hokum yang berkenaan dengan tindak criminal yang bertimbul dari seorang Mukallaf dan hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya.Hukum ini dimaksudkan untuk memelihara kehidupan manusia, harta mereka, kehormatan mereka, dan hak-hak mereka. Serta menentukan hubungan antara pelakunya, korban tindak criminal, dan ummat. Jumlah ayat-ayatnya dalam Al-Qur’an kira-kira tiga puluh ayat.
4. Hukum Acara
Hukum Acara yaitu Hukum yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian, dan sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usah-usaha untuk mewujudkan keadilan diantar manusia. Jumlah Yat-ayat dalam Al-Qur’an berkisar tiga belas ayat
5. Hukum Perundang-undangan
Hukum perundang-undangan yaitu hokum yang berhubungan dengan pengaturan Pemerintah dan Pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan penguasa dan rakyat, dan menetapkan hak-hak Individu dan masyarakat. Ayat-ayat nya berjumlah kira-kira sepuluh ayat.
6. Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara yaitu hokum yang bersangkut paut dengan hubungan antar Negara Islam dan Negara lainnya, berhubungan dengan orang-orang non Islam yang berada diNegara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan Negara Islam dengan Negara non Islam, baik dalam keadaan damai maupun dalam suasana peperangan, serta menentukan hubungan antara ummat Islam dengan non Islam diberbagai Negara Islam. Ayat-ayat nya berkisar dua puluh lima ayat.
7. Hukum Ekonomi dan Keuangan
Hukum Ekonomi dan Keuangan yaitu Hukum yang berhubungan dengan orang miskin baik yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta, berkenaan denga harta orang  kaya, dan pengaturan berbagai sumber dan perbankan. Hukum ini dimaksudkan untk mengatur hubungn kekayaan antara orang-orang kaya dan orang-orang fakir, dan antara Negara dan rakyat. Sedangkan ayat-ayatnya berkisar sepuluh ayat.

IJTIHAD


A. IJTIHAD
1. Pengertian
Ijtihad dari segi bahasa berasal dari kata ijtihada, yang berarti bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan segala kemampuan (jahada). Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berusaha untuk berupaya atau berusaha yang bersungguh-sungguh.
Menurut Dr. Wahbah az Zuhaili, ijtihad adalah perbuatan istimbath hukum syari`at dari segi dalil-dalilnya yang terperinci di dalam syari`at.
Imam al Ghazali, mendefinisikan ijtihad dengan ”usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syari`at”. Sedangkan menurut Imam Syafi`i, arti sempit ijtihad adalah qiyas.
2. Mujtahid dan Syarat-Syaratnya
Mujtahid ialah orang yang berijtihad. Membicarakan syarat-syarat mujtahid berarti juga membicarakan syarat-syarat ijtihad.
Imam al Ghazali menyatakan mujtahid mempunyai dua syarat :
  1.  
Mengetahui dan menguasai ilmu syara, mampu melihat yang zhanni di dalam hal-hal yang syara dan mendahulukan yang wajib.
  1.  
Adil, menjauhi segala maksiat yang mencari sifat dan sikap keadilan (`adalah).
Menurut Asy Syathibi, seseorang dapat diterima sebagai mujtahid apabila mempunyai dua sifat :
  1.  
Mengerti dan paham akan tujuan syari`at dengan sepenuhnya, sempurna dan menyeluruh.
  1.  
Mampu melakukan istimbath berdasarkan faham dan pengertian terhadap tujuan-tujuan syari`at tersebut.
Menurut Dr. Wahbah az Zuhaili mujtahid mempunyai dua syarat, yaitu :
  1.  
Mengetahui apa yang ada pada Tuhan, mengetahui/percaya adanya Rasul dan apa yang dibawanya, juga mukjizat-mukjizat ayat-ayat-Nya.
  1.  
Hendaknya seorang yang pandai (`alim) dan bijaksana (arif) tentang keseluruhan hukum-hukum syari`at dan pembagian-pembagiannya, jalan-jalan menetapkannya, segi-segi dalil atas yang didalilinya, perbedaan-perbedaan tingkatnya, syarat-syarat yang tepat untuk itu dan tahu arah pentarjihannya ketika terdapat kontradiksi di dalamnya dan tahu pula cara menghasilkan daripadanya, mampu pula membebaskan maupun menetapkan dan tahu pula memisahkan keberatan-keberatan yang terdapat di dalamnya. Hafal al Qur`an dan Sunnah yang diperlukan.
  1.  
Mengetahui nasih dan mansuh, baik yang terdapat dalam al Qur`an maupun Sunnah, agar tidak keliru berpegang kepada yang mansuh yang sudah ditinggalkan padahal ada nasihnya, sehingga menyebabkan ijtihadnya batal.
  1.  
Mengetahui masalah-masalah ijma` dan kedudukan-kedudukannya, sehingga fatwanya tidak bertentangan dengan ijma` itu.
  1.  
Mengetahui segi-segi dan syarat qiyas yang mutabaroh dan `illat hukum serta jalan istimbath qiyas terhadap nash-nash, kemaslahatan-kemaslahatan manusia, dan pokok-pokok syari`at yang umum, menyeluruh, sebab qiyas itu kaidah ijtihad dan di dalamnya banyak terdiri dari hukum-hukum tafsili (terperinci).
  1.  
Mengetahui ilmu-ilmu bahasa Arab, nahwu, shorof, ma`ani, bayan, dan uslub-uslub.
  1.  
Alim dalam ilmu ushul fiqh.
  1.  
Memahami tujuan-tujuan syari`at yang umum dalam meletakkan hukum-hukum, sebab memahami nash-nash dan menerapkannya kepada peristiwa-peristiwa tertentu tergantung kepada pemahaman terhadap tujuan-tujuan ini.
3. Tingkatan Mujtahidin
1. Mujtahid mutlaq, yaitu seorang mujtahid yang mampu memberikan fatwa dan pendapatnya dengan tidak terikat kepada madzhab apapun. Contohnya Maliki, Hambali, Syafi`i, Hanafi, Ibnu Hazhim dan lain-lain.
2. Mujtahid muntasib, yaitu orang yang mempunyai syarat-syarat untuk berijtihad, tetapi ia menggabungkan diri kepada suatu madzhab dengan mengikuti jalan yang ditempuh oleh imam madzhab tersebut.
4. Macam-Macam Ijtihad
Dr. ad Dualibi, sebagaimana dikatakan Dr. Wahbah (h. 594), membagi ijtihad kepada tiga macam :
  1.  
Al Ijtihadul Bayani, yaitu menjelaskan (bayan) hukum-hukum syari`ah dari nash-nash syar`i.
  1.  
Al Ijtihadul Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah, dengan jalan menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash hukum syar`i.
  1.  
Al Ijtihadul Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah menggunakan ar ra`yu yang disandarkan atas isthishlah.
Sedangkan menurut ustadz Hakim membagi ijtihad menjadi dua, yaitu `aqli dan syar`i. Ijtihad `aqli ialah apabila hujjahnya hanya akal saja dan tidak menerima untuk dijadikan sebagai syar`i yaitu hal-hal yang semata-mata `aqli aturan-aturan yang biasanya untuk menolak kemudlaratan dan lain-lain. Sedangkan yang syar`i ialah yang memerlukan kehujjahan yaitu sebagian dari hujjah-hujjah syar`i di dalam kelompok ini termasuk ijma`, qiyas, istihsan, ishtishlah, `urf, istishab dan lain-lain.
B. TAQLID
1. Pengertian
Kata taqlid, fi`ilnya adalah qallada, yuqallida, taqliidan, artinya mengalungi,meniru, mengikuti. Ulama ushul fiqh mendefinisikan taqlid “penerimaan perkataan seseorang sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal kata itu”.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, taqlid ialah mengikuti pandapat orang lain yang dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum agama Islam tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudlarat hukum itu.
2. Hukum Taqlid
  1.  
Taqlid yang haram
Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. Taqlid ini ada tiga macam :
a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.
b. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, seperti orang yang menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan, keahlian, atau kekuatan berhala tersebut.
c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.
  1.  
Taqlid yang dibolehkan
Dibolehkan bertaqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum Allah dan RasulNya yang berhubungan dengan persoalan atau peristiwa, dengan syarat yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu. Jadi sifatnya sementara. Misalnya taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.
Ulama muta akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat kedalam dua golongan:
a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat dari keempat madzhab.
b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid kepada ulama-ulama.
Golongan awam harus mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar pendapat itu (taqlid dalam pengertian bahasa).
3. Taqlid yang diwajibkan
Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW.
3. Taqlid yang Berkembang
Taqlid yang berkembang sekarang, khususnya di Indonesia ialah taqlid kepada buku, bukan taqlid kepada imam-imam mujtahid yang terkenal ( Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, As Syafi`i, dan Hambali).
Jamaludin al Qosini (w. 1332 H) : “segala perkataan atau pendapat dalam suatu madzhab itu tidak dapat dipandang sebagai madzhab tersebut, tetapi hanya dapat dipandang sebagai pendapat atau perkataan dari orang yang mengatakan perkataan itu”.
Taqlid kepada yang mengaku bertaqlid kepada imam mujtahid yang terkenal, sambil menyisipkan pendapatnya sendiri yang ditulis dalam kitab-kitabnya. Taqlid yang seperti ini tidak dibolehkan oleh Ad Dahlawi, Ibnu Abdil Bar, Al Jauzi dan sebagainya.
4. Pendapat Imam Madzhab tentang Taqlid
a. Imam Abu Hanifah (80-150 H)
Beliau merupakan cikal bakal ulama fiqh. Beliau mengharamkan orang mengikuti fatwa jika orang itu tidak mengetahui dalil dari fatwa itu.
b. Imam Malik bin Anas (93-179 H)
Beliau melarang seseorang bertaqlid kepada seseorang walaupun orang itu adalah orang terpandang atau mempunyai kelebihan. Setiap perkataan atau pendapat yang sampai kepada kita harus diteliti lebih dahulu sebelum diamalkan.
c. Imam asy Syafi`i (150-204 H)
Beliau murid Imam Malik. Beliau mengatakan bahwa “ beliau akan meninggalkan pendapatnya pada setiap saat ia mengetahui bahwa pendapatnya itu tidak sesuai dengan hadits Nabi SAW.
d. Imam Hambali (164-241 H)
Beliau melarang bertaqlid kepada imam manapun, dan menyuruh orang agar mengikuti semua yang berasal dari Nabi SAW dan para sahabatnya. Sedang yang berasal dari tabi`in dan orang-orang sesudahnya agar diselidiki lebih dahulu. Mana yang benar diikuti dan mana yang salah ditinggalkan.
C. ITTIBA`
1. Pengertian
Kata “ittiba`” berasal dari bahasa Arab ittaba`a, yattabi`u, ittibaa`an, muttabi`un yang berarti “menurut” atau “mengikut”.
Menurut ulama ushul, ittiba` adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan, yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.
Definisi lainnya, ittiba` ialah menerima pendapat seseorang sedangkan yang menerima itu mengetahui dari mana atau asal pendapat itu. Ittiba` ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash. Ittiba` adalah lawan taqlid.
2. Macam-Macam Ittiba`
a. Ittiba` kepada Allah dan Rasul-Nya
Ulama sepakat bahwa semua kaum muslim wajib mengikuti semua perintah Allah Swt dan Rasul-Nya dan menjauhi laranganNya.
b. Ittiba` kepada selain Allah dan Rasul-Nya
Ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada yang tidak membolehkan. Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba` itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul, dan para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain.
Pendapat yang lain membolehkan berittiba` kepada para ulama yang dapat dikatagorikan sebagai ulama waratsatul anbiyaa (ulama pewaris para Nabi).
3. Tujuan Ittiba`
Dengan adanya ittiba` diharapkan agar setiap kaum muslimin, sekalipun ia orang awam, ia dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan penuh keyakinan pengertian, tanpa diselimuti keraguan sedikitpun. Suatu ibadah atau amal jika dilakukan dengan penuh keyakinan akan menimbulkan keikhlasan dan kekhusukan. Keikhlasan dan kekhusukan merupakan syarat sahnya suatu ibadah atau amal yang dikerjakan.
D. TALFIQ
1. Pengertian
Talfiq berarti “manyamakan” atau “merapatkan dua tepi yang berbeda”.
Menurut istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali dan saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah nikah tanpa wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu semata-mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar setelah meneliti dasar hukum dari pendapat itu dan mengambil yang lebih kuat dasar hukumnya.
Ada talfiq yang tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja, yaitu mengikuti pendapat yang paling mudah dikerjakan sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq semacam ini yang dicela para ulama. Jadi talfiq itu hakekatnya pada niat.
2. Pendapat-Pendapat tentang Talfiq
Pendapat pertama, orang awam harus mengikuti madzhab tertentu, tidak boleh memilih suatu pendapat yang ringan karena tidak mempunyai kemampuan untuk memilih. Karena itu mereka belum boleh melakukan talfiq.
Pendapat kedua, membolehkan talfiq dengan syarat tidak akan menimbulkan pendapat yang bertentangan dengan salah satu madzhab yang ditalfiqan itu.
Pendapat ketiga, membolehkan talfiq tanpa syarat dengan maksud mencari yang ringan-ringan sesuai dengan kehendak dirinya.